Mahasiswa UIN Walisongo jadi “PSK”

Dewasa ini kasus jual diri kian marak terjadi. Terlebih dengan terungkapnya kasus RA, salah satu mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati yang terlibat ajang prostitusi. Pasca kejadian itu, muncul rumor bahwa di UIN Bandung banyak ayam kampus berjilbab, sebagaimana yang dilansir dalam situs http://www.merdeka.com/peristiwa/pasca-kasus-ra-beredar-kabar-banyak-ayam-kampus-di-uin-bandung.html.

Terlepas dari benar atau tidaknya rumor tersebut, memang tidak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia masih banyak warga yang berstatus sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Ditutupnya tempat lokalisasi Dolly di Surabaya nampaknya belum bisa menjadi efek jera bagi para pelaku pemuas nafsu.

Berbicara tentang PSK, di Semarang ada istilah sendiri dalam mengartikannya. PSK belum tentu singkatan dari ‘Pekerja Seks Komersial’, namun juga bisa ‘Pelanggan Sego Kucing’. Istilah tersebut biasa dilontarkan oleh para mahasiswa ketika bergurau dengan temannya.

Pelanggan Sego Kucing (PSK’) tersebut merupakan kosa kata Bahasa Jawa yang berarti Pelanggan/penggemar nasi kucing. Disebut nasi kucing karena bentuk bungkusannya sangat mini, yang mirip dengan porsi makanan kucing. Karena itulah disebut nasi kucing (sego kucing).

Untuk bisa menikmati nasi kucing, di daerah Semarang harganya berkisar antara Rp. 1000,00 – 2000,00 saja. Harga yang cukup terjangkau, membuat makanan ini jadi alternatif bagi para pelajar dan mahasiswa. Terlebih bagi mereka yang uang sakunya hanya pas-pasan.

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang juga terkenal dengan sebutan Pelanggan Sego Kucing (PSK). Apalagi mahasiswa yang aktif berorganisasi. Para aktifis kerap menghabiskan waktu malamnya untuk berkumpul dan berdiskusi bersama di Kucingan, tentunya sembari menikmati nasi kucing dan menu-menu lainnya.

Pernah dipublikasikan di baihaqi-annizar.blogspot.com (@Baihaqi_Annizar)

Tinggalkan komentar