Meritul Sistem Pengamanan Kampus

Kasus pencurian di UIN Walisongo Semarang kian memprihatinkan. Beberapa usaha telah dilakukan, namun tetap saja kebobolan. Sistem pengamanan yang ada perlu diritul (dirombak) dengan berkaca pada kampus-kampus lain, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Dalam kurun waktu empat bulan terakhir dilaporkan, empat buah sepeda motor yang diparkir di dalam kampus UIN Walisongo, raib digondol maling. Afandi dan Shinta kehilangan motornya pada pertengahan September lalu, sedang Arya dan Hanif dicuri pada awal Agustus. Pencurian tersebut hanya terjadi di dua waktu. Artinya, sekali oknum beraksi, ada dua motor yang didapat. Belum lagi kasus pencurian lainnya yang kerap terjadi, seperti helm dan tas—meskipun nilainya tak sebesar harga sepeda motor.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihak kampus telah melakukan berbagai cara, salah satunya dengan memasang CCTV di beberapa titik sentral kampus. Namun pemantauan terhadap monitor sangat minim, sehingga CCTV bukan berfungsi sebagai pencegahan tetapi lebih menjadi alat bukti setelah pencurian berlalu. Ditambah lagi dengan banyaknya CCTV  yang rusak. Kalaupun masih berfungsi, hasil tangkapan gambarnya sudah tidak jelas, sehingga sulit untuk melakukan pelacakan, meskipun beberapa pencuri tertangkap kamera.

Langkah lain yang dilakukan untuk mencegah pencurian adalah dengan melakukan patroli. Pihak keamanan kampus diinstruksikan untuk berkeliling melakukan pengecekan, utamanya di tempat-tempat yang rawan. Namun yang menjadi keluhan, kuantitas satpam kampus minim, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengecekan secara intens. Padahal dari tahun ke tahun sudah dilakukan penambahan satpam. Tercatat, pada 3 Juli 2015 saja UIN Walisongo menambah 27 satpam baru, yang diantaranya terdapat pensiunan Polri. Sistem perekrutannya juga dilakukan pembaruan, yakni menggunakan jasa outsourcing (satpam kontrak).

Sistem Kartu Parkir

Baru-baru ini, antisipasi pencurian—utamanya untuk kendaraan bermotor—dilakukan dengan menerapkan sistem kartu parkir. Sejak 13 September 2017, setiap kendaraan yang masuk ke kampus diberi kartu parkir oleh pihak keamanan yang berjaga di masing-masing gerbang, baik kampus I, II maupun III. Selanjutnya, pengendara harus membawa kartu parkir tersebut sampai  ia mau meninggalkan kampus, kemudian menyerahkannya kepada petugas yang berjaga di gerbang keluar. Kendaraan yang masuk dari Kampus III boleh keluar lewat kampus II, pun sebaliknya.

Setelah satu bulan masa percobaan berlangsung, pemberlakuan kartu parkir ini menuai kritikan dari banyak aspek, mulai dari minimnya jumlah kartu sampai keluhan satpam yang merasa lelah. Terkait jumlah kartu parkir, Kasubbag Rumah Tangga UIN Walisongo mengklaim telah disesuaikan dengan jumlah mahasiswa. Perhitungan didasarkan dari jumlah kelas di masing-masing kampus dikali 40 mahasiswa tiap kelas. Di hari pertama saat launching, ada sekitar 3500 kartu (www.kabarfrekuensi.com), sumber lain mengatakan jumlahnya 2.250 (www.ideapers.com). Tidak ada kejelasan terkait hal ini.

Dengan jumlah tersebut—bahkan setelah dilakukan penambahan pasca masa uji coba—pembagian kartu nyatanya masih belum merata. Mahasiswa atau tamu yang masuk ke kampus di siang hari, sudah tidak mungkin kebagian kartu parkir. Alasannya karena sudah habis. Konsekuensi bagi mahasiswa yang keluar gerbang tetapi tidak membawa kartu, harus menunjukkan STNK miliknya. Atau, kalau mahasiswa menghilangkan kartu parkir, maka akan dikenakan denda sebesar Rp. 20.000,00 serta wajib menunjukkan identitas diri lainnya.

Namun belakangan, penerapan sistem kartu parkir ini tidak seketat saat awal diberlakukan. Satpam berdalih, kebijakan tersebut membuatnya tidak bisa istirahat. Satpam kelelahan jika harus membagi setiap waktu. Beberapa mahasiswa yang keluar kampus kini juga kartunya kerap tidak ditarik, ditambah dengan keengganan mahasiswa untuk memberikan kartu. Hal inilah yang membuat kartu parkir berkurang—karena mahasiswa membawanya pulang. Meskipun demikian, sampai saat ini pihak Subbag Rumah Tangga, masih menilai sistem ini adalah yang paling ideal.

Belajar dari Kampus Lain

Upaya pengamanan kampus yang dilakukan oleh Universitas Negeri Semarang (Unnes) adalah dengan menggunkan sistem parkir terpusat. Sebagai kampus konservatif, parkirnya terpusat di lima titik utama kampus. Hal ini tentu berbeda dengan UIN yang hampir setiap area digunakan sebagai lahan parkir. Sistem parkir terpusat ini dapat mempermudah proses pemantauan karena lokasinya jelas. Sedangkan kampus Unika Soegijapranata, pengamanannya menggunakan sistem penarikan STNK terhadap semua kendaraan yang keluar gerbang.

Lain lagi dengan Universitas Diponegoro. Kampus terbesar di Semarang ini, sistem pengamanan yang diterapkan di masing-masing fakultas berbeda-beda, disesuaikan kebutuhan. Di Fisip, FIB dan FIT menerapkan sistem kartu parkir, sebagaimana UIN Walisongo. Di Rektorat dan Dekanant FPIK, tidak ada sistem pengamanan, hanya ada petugas keamanan yang berjaga. Sedangkan yang paling ketat di lingkungan Perpus Undip, yang mewajibkan pengunjungnya melewati pemeriksaan STNK.

Phie Chan, mahasiswa Universitas Atma Jaya Makassar dalam penelitiannya pernah merancang sistem informasi perparkiran untuk kampusnya. Hal tersebut berangkat dari banyaknya kendaraan yang hilang karena minimnya pengawasan. Akhirnya Chan menemukan sistem parkir berbasis kartu elektronik (bukan manual). Kartu tersebut sudah diberikan barcode, sehingga ketika mahasiswa masuk atau keluar kampus, tinggal melakukan scanner pada mesin portal yang dipasang di depan gerbang.

Hal serupa telah lama diberlakukan oleh kampus Universitas Indonesia. Di kampus ternama itu, setiap kendaraan yang parkir di lingkungan kampus wajib memiliki izin parkir. Untuk memiliki izin tersebut, mahasiswa harus melakukan registrasi dengan cara menginput data di http://parkir.ui.ac.id, agar kemudian mendapatkan kartu.  Jika tidak memiliki kartu parkir, mahasiswa harus mengeluarkan biaya parkir dengan tarif umum. Ketentuan besaran biayanya, untuk kampus UI Salemba dengan UI Depok berbeda-beda.

Dalam hal pengamanan ini, UIN Walisongo perlu belajar dari kampus-kampus lain. Apapun jenis sistem pengamannya. Yang jelas, dengan maraknya kasus pencurian, pihak kampus perlu melakukan pembaruan terhadap sistem yang ada. Pasalnya, sistem pengamanan yang diberlakukan sekarang masih sarat akan kekurangan. Meskupun dana terbatas, keamanan harus tetap menjadi prioritas.

Baihaqi Annizar

 

Tinggalkan komentar